mengendalikan amarah

Desember 22, 2010 at 3:06 pm (Tulisan gw)

Dan bergeraklah menuju ampunan Allah yang memiliki surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang dijanjikan untuk orang-orang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang-orang yang suka menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang, Allah menunjuki orang-orang yang suka berbuat kebajikan.

Marah itu dapat merusak iman, seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu. Tidaklah dikatakan pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya. Seorang pemberani adalah orang yang dapat menguasai diri dan hawa nafsunya ketika dia marah.

Dari Abu Hurairah, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: “Berilah nasehat kepadaku, Rasulullah bersabda janganlah kamu marah lalu beliau mengulanginya janganlah kamu marah.”

Amarah tidak mutlak seratus persen terlarang karena amarah itu bagian dari karunia Allah swt. Yang harus kita ketahui amarah bagaimana yang bisa membawa barokah dan amarah bagaimana yang bisa mendatangkan musibah.

Menurut Rasulullah marah itu seperti jadam yang merusak manisnya madu. Sekuat apapun keimanan seseorang kalau dia pemarah bisa rusak keimannya.

Ada orang yang lambat marahnya, lambat redanya dan lama bermusuhannya ini termasuk marah yang jelek. Ada juga orang yang cepat marah cepat juga redanya, ini termasuk marah yang kurang bagus. Ada juga orang yang cepat marah dan lambat redanya ini termasuk marah yang paling jelek. Dan yang paling bagus adalah lambat marahnya cepat redanya.

Berbahagialah bagi orang yang punya kesadaran untuk menahan amarahnya, bukan tidak boleh marah tapi tahan sekuat-kuatnya. Kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat ramah, sopan kepada kita, makin banyak harapan kita kepada orang makin berpeluang kita sakit hati, jadi kita tidak bisa memaksa orang lain bersikap seperti yang kita inginkan. Yang harus kita usahakan, kita harus bisa menyikapi orang lain dengan sikap terbaik, apapun yang mereka lakukan.

Jadi kalau ada orang yang marah jangan ditentang tapi diterima, bukannya membenarkan kemarahan tapi memahaminya untuk damai. Dengan adanya amarah kita bela keluarga kita, dengan adanya amarah kita bela agama dan dengan adanya amarah kita bela orang lemah.

Rasulullah marah pada saat yang tepat dengan alasan yang tepat hasilnya manfaat. Seperti pada saat pembagian harta setelah perang Hunaim berakhir. Kaum anshor menyebut Rasul tidak adil. Rasul marah dan berkata: “Jika Allah dan rasulnya tidak adil maka siapa lagi yang adil. Marahnya Rasul singkat, punya makna, mendalam dan tidak meyakiti siapapun tapi membangkitkan kesadaran. Yang paling penting kalau kita marah orang bisa berubah menjadi lebih baik, tanpa terluka dan tanpa kita berperilaku dzalim.

Menahan amarah adalah dengan cara, banyak istighfar banyak membaca taudz, berwudhu atau pindah dari tempat tersebut. Jangan biarkan kita berada di tempat yang memancing kemarahan dan jika kita sudah marah sebaiknya kita bertaubat kepada Allah swt. (imm)

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Awal Pernikahan, Antara Realitas dan Ilusi

Desember 22, 2010 at 3:03 pm (Tulisan gw)

Harapan untuk menjadi isteri yang solehah dibina oleh Atiqah setelah dia menerima kesadaran Islam dan ketika pemahamannya mengenai Islam semakin jelas. Padahal sewaktu remaja, dan ketika agama hanya dilihat sekadar amalan rutin seperti yang ditekankan oleh sekolah dan keluarganya, dia tidak pernah mempunyai harapan dan impian begitu. Malah dia merasa agak janggal apabila memikirkan surga dan neraka Allah.

Berkat berteman dengan mereka yang berminat mendalami agama, Atiqah sering mengikuti pengajian. Dalam bacaannya, dia menemukan banyak tema tentang perkawinan. Dia juga banyak menemukan ayat Al-Quran yang menganjurkan berumahtangga. Dia pun ingin menjadi sebaik-baik perhiasan sebagaimana kata hadits, dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri solehah. Atiqah juga begitu senang dengan hadis yang pernah disebut Rasulullah, yaitu “Jika manusia boleh menyembah manusia selainnya, maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majah dan Ibnu Hibbin)

Berkat keinginan yang tinggi untuk menjadi isteri yang solehah sebagaimana dicontohkan oleh isteri-isteri Rasulullah, maka Allah akhirnya menemukan jodoh Atiqah dengan Mustafa (bukan nama sebenarnya). Mustafa, seorang jejaka yang tidak kurang solehnya. Akhirnya kedua-dua mereka melangkah ke gerbang pernikahan. Maka menagislah syaitan ketika kedua anak Adam diijabkabulkan.

Seperti Atiqah, Mustafa yang mengenali Islam sejak berada di kampus, sering bercita-cita untuk membentuk rumahtangga. Pilihannya, pasti seorang wanita solehah yang menyejukkan hati dan mata.

Dia pernah membayangkan, alangkah bahagianya menjadi seorang suami yang kuat pribadinya dan mampu membimbing orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya. Dia teringat akan pesan Rasulullah, bahwa “hanya lelaki yang mulia saja yang akan memuliakan wanita.” Mustafa pernah bercita-cita mengikuti Rasulullah yang begitu sayang dan lemah lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah diri apabila membantu isteri melakukan pekerjaan rumah.

Rumahtangga Mustafa-Atiqah terus berlalu; hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan…

Biarpun harapan dan cita-cita menghidupkan rumahtangga Muslim terus hidup, namun kenyataan pun harus mereka hadapi juga. Perbedaan kepribadian, perasaan, pembawaan, selera dan kegemaran yang selama ini terbina dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda, ternyata tidak mudah untuk disatukan.

Jika sebelum perkawinan semua itu dikatakan mudah diselesaikan melalui pemahaman agama, ternyata lambat laun ada juga perselisihan. Perselisihan memang tidak dapat dielakkan dalam rumahtangga. Apalagi jika pasangan suami isteri tidak menyedari bahawa syaitan sentiasa berusaha untuk menjahanamkan anak Adam.

Dalam kisah Mustafa dan Atiqah, ternyata segala yang dibayangkan tidaklah seindah realitasnya. Mencontoh rumahtangga Rasulullah memang satu tuntutan. Namun sebagai seorang Islam, tantangan dan cobaan adalah peluang untuk mempertingkatkan diri dan semakin bergantung kepada Allah. Berbagai masalah dalam perkawinan dan rumahtangga harus dihadapi secara sabar dan realistik oleh pasangan suami isteri yang inginkan naungan Allah.

Ada isteri yang mengeluh karena cara suami menegur, dikatakan kasar dan memalukan. Ada pula suami mengeluh karena sikap isteri yang kurang cakap mengurus keluarga. Maklum saja, ada dikalangan isteri sebelumnya sibuk belajar dan berorganisasi sehingga sangat jarang ikut mengurus masalah dapur.

Mustafa pun mulai mengeluh.Ternyata isterinya tidak seperti dia impikan. Malah Atiqah juga mengeluh terhadap Mustafa karena dianggapnya terlalu dimanjakan oleh orang tuanya dahulu. Apalagi Mustafa terlalu berhati-hati berbelanja.

Atiqah juga mulai merasakan penyesalan di hati akibat tidak mau bekerja setelah kuliah, karena niat untuk menumpahkan perhatian sepenuhnya kepada suami dan rumahtangga, dan mencapai impian menjadi wanita solehah.

Kadang-kadang semangat seorang Muslimah solehah untuk keluar rumah mencari kesibukan di luar tidak diimbangi dengan peranannya dalam rumahtangga. Hal ini menyebabkan suami mengeluh karena dibebani dengan tugas-tugas rumahtangga. Ada juga di kalangan isteri terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, dan sering lupa untuk melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.

Ada suami yang sikapnya dingin, tidak pandai memuji dan bercanda dengan isterinya. Apabila melihat kebaikan pada isterinya dia diam saja, tetapi apabila melihat kelemahan, segera diungkit. Memang, banyak cobaan pada pasangan suami isteri dalam rumahtangga. Tidak semua yang indah-indah seperti diimpikan sebelum berumahtangga menjadi kenyataan. Sudah menjadi sunnah kehidupan, bahwa akan berlaku pergeseran kecil dan perbedaan, sepanjang menjadi suami isteri. Itu namanya asam garam berumahtangga.

Pasangan seperti Mustafa dan Atiqah mempunyai kelebihan menghadapi cobaan berumahtangga, karena mereka berbekal pemahaman agama dan rasa ketergantungan yang tinggi kepada Allah. Dengan kata lain, mereka mempunyai pemikiran yang mungkin tidak dirasai oleh pasangan yang jauh diri dari Islam.

Adakalanya kita memerlukan bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah rumahtangga kita, kerana “kaca-mata” yang kita pakai sudah begitu kelabu sehingga gagal melihat semua kebaikan pasangan hidup kita. Mungkin pihak ketiga bisa membantu mencuci atau memperbaharui kacamata kita supaya pandangan kita kembali jelas dan wajar.

Pasangan yang bijak dan tinggi pemahaman agamanya, akan mampu untuk istiqamah dalam menjaga perkawinan mereka dan lebih mampu menghadapi badai melanda. Adalah penting sebelum kita mendirikan rumahtangga, mempunyai suatu tanggapan bahwa kita (bakal suami isteri) berjanji akan melengkapi antara satu sama lain, karena manusia bukanlah makhluk sempurna. Manusia tidak mungkin dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat.

Kita harus siap menerima pasangan hidup seadanya, termasuk segala kekurangannya, selama tidak melanggar syariat. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebiasaan dan watak yang berbeda, yang membentuk watakan dan persepsi hidup tersendiri. Apabila kita menerima keadaan ini, insya Allah kita akan berhasil menghindar dari menikah dalam illusi kita pada hari kita diijabkabulkan, tetapi sebaliknya kita sudah menikah dalam realitas kita.

Setiap pasangan Muslim, tidak boleh menjadikan rumahtangga sebagai tujuan. Ingat, ia hanya alat untuk kita meningkatkan diri dan ketakwaan kepada Allah. Menikah berarti kita mampu mengawal nafsu daripada langkah yang salah. Dan setiap persetubuhan bagi suami isteri untuk menghindar dari maksiat, akan mendapat pahala dari Allah swt. Betapa indahnya Islam.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

BERPIKIR ISLAMI

Desember 22, 2010 at 3:01 pm (Tulisan gw)

Berpikir Islami

Berpikir adalah ciri yang membedakan manusia dari yang lain. Orang yang berpemikiran tinggi lebih dihor­mati daripada yang berpemikiran rendah. Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berpemikiran tinggi. Logika­nya, apabila seorang muslim menginginkan ketinggian derajat di sisi Allah, mestilah ia mening­katkan kualitas iman dan pemi­kirannya. Tapi, kini apa kenya­taannya?

Kebanyakan kaum muslimin telah kehilangan pola berpikir Is­lami. Salah satu sebabnya, me­reka teracuni pemikiran barat. Akibatnya mereka melupakan pe­mikiran yang tinggi -bersumber pada wahyu Ilahi- dan malah gan­drung pemikiran rendah berdasar filsafat dan praduga semata. Ma­ka, tidak mengherankan, ketika hinaan dan celaan datang –teru­tama dari kaum kafir Barat- me­nimpa umat di seluruh dunia Is­lam, kaum muslimin tidak merasa terusik. Itu terlihat, misalnya dalam peristiwa perang Teluk tahun 19­90-an. Saat AS dan sekutunya menghancurkan Irak, umat Islam diam, tidak berbuat banyak. Bah­kan beberapa negeri, turut andil dalam penyerbuan itu.

Kisah lain, tak banyak orang Islam di masa kini yang mampu menggali nash-nash syar’i sebagai pemecah problema kehidupan. Berbeda sekali dengan masa kejayaan Islam dulu, dunia Islam kaya dengan orang-orang yang menguasai agama ini dan siap menjawab setiap tantangan kehi­dupan dengan pemecahan Islam. Lebih tragis lagi, adanya segelintir cendekiawan dan politisi yang di­posisikan sebagai tokoh muslim, yang justru tidak mengakui lagi adanya keterkaitan antara kehi­dupan kontemporer hari ini de­ngan hukum-hukum syari’at Islam. Fenomena terbaru misalnya, diamnya mayoritas kaum muslimin atas diangkatnya seorang wanita menjadi kepala negara, yang itu jelas-jelas tidak mengindahkan sabda Rasulullah saw.:

Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan urusan keku­asaan pemerintahannya kepada seorang wanita (HR. Bukhari).

Kondisi semacam ini belum per­nah dialami umat di masa lalu.

Jika ingin kemuliaan Islam muncul kembali, kaum muslimin harus meningkatkan daya pikir Is­laminya. Sadar atau tidak, Umat ini telah terlampau lama mening­galkan pola berpikir Islaminya. Sekarang, bagaimana ketinggian pemikiran Islam itu dapat diraih kembali?

Definisi Berpikir

Cara berpikir (aqliyah) ada­lah salah satu di antara dua unsur pembentuk kepribadian. Dalam buku “As Syakhshiyah Islamiyah”, An Nabhani mendefinisikan aqli­yah, sebagai cara berpikir atau memahami sesuatu. Ada dua hal yang perlu dijelaskan dari definisi tersebut. Pertama, makna berpikir tentang sesuatu (aqlus syai’). Kedua, tentang cara-cara berpikir. Proses berpikir (tafkir), tulis M.M. Ismail dalam Al Fikrul Islami, adalah aktivitas pemindahan fakta melalui indera ke dalam otak, de­ngan informasi yang sudah ada (ma’lumat sabiqoh) yang akan me­nafsirkan fakta tersebut. Jadi, un­sur berpikir ada 4 komponen yaitu: fakta, indera, otak, dan informasi yang berkaitan dengan fakta yang diindera itu. Keempat unsur itulah yang membentuk pemikiran. Bila salah satu tidak ada, mustahil terjadi proses berpikir.

Jadi timbulnya pemikiran atau pemahaman pada seseorang adalah ketika terikatnya fakta yang terindera dengan informasi yang telah dimiliki. Meskipun teraku­mulasi informasi, jika ia tidak per­nah mengindera fakta tersebut atau mengkaitkan dengan kenya­taannya, maka tidak terjadi proses berpikir. Hanya menghafal. Ia ti­dak mempunyai pemikiran dan pemahaman terhadap informasi yang dimilikinya. Seseorang yang dijejali dengan informasi-informasi tanpa pernah meng-indera-fakta-kan informasi tersebut, ia hanya menghafal informasi. Sebaliknya, seseorang yang mengindera suatu fakta atau benda berkali-kali tan­pa memiliki informasi tentang fakta itu, maka ia tidak akan mempunyai pemikiran atau pemahaman terha­dap benda yang diinderanya itu.

Misalnya, di hadapan seo­rang anak diletakkan tiga macam benda: penggaris, jeruk, dan air. Kemudian, kepadanya diberikan berbagai informasi tentang ketiga benda itu bahwa penggaris untuk mengukur panjang suatu benda, jeruk adalah buah yang dapat di­makan, dan air dapat digunakan untuk menghilangkan haus, me­nyegarkan badan, dan mema­damkan api. Lalu, tanyakan pada­nya, mana yang disebut pengga­ris. Tak mustahil, ia akan menun­juk penggaris. Tetapi bila melihat anda tidak setuju, maka ia akan mengubah pendiriannya dan me­nunjuk benda lain. Anak itu telah menghafal informasi tersebut dan mampu mengulang-ulangnya. Na­mun, dalam dirinya belum terben­tuk suatu pemikiran.

Lain halnya jika anda mem­perlihatkan padanya sebuah peng­garis. Lalu, anda katakan bahwa penggaris itu dapat digunakan un­tuk mengukur dan anda mem­pe­ragakannya berulang-ulang. Atau anda perlihatkan padanya jeruk atau air. Kemudian anda berikan berbagai informasi mengenainya, dan anda tunjukkan bendanya berulang-ulang. Maka, akan ter­bentuk suatu pemikiran pada diri si anak. Jika ia ditanya, mana yang disebut penggaris, tentu ia akan menunjukkan benda itu pada anda meskipun anda menolak atau menyalahkannya. Ia tidak peduli dan tetap bertahan, sebab ia telah memahami hal itu.

Saat mengikat fakta yang diindera dengan informasi yang di­milikinya, pemahaman seseorang sangat dipengaruhi oleh suatu qoidah fikriyah atau landasan berpikir yang dimilikinya. Qoidah fikriyah adalah pemikiran menda­sar yang merupakan aqidah sese­orang. Aqidah inilah yang menda­sari seluruh bentukan pemikiran seseorang.

Jika ia menggunakan aqidah komunis sebagai qoidah fikriyah­nya, ia berpikir dengan cara ko­munis (aqliyyah syuyu’iyyah). Bi­la menggunakan aqidah kapitalis sekuleris, ia berpikir secara ka­pitalis (aqliyah ro’sumaliyah). Dan jika Islam yang digunakannya sebagai qoidah, ia berpikir secara Islami. Itulah yang disebut aqliyah Islamiyah. Dengan kata lain, “Aqliyah adalah cara-cara berpikir, yang di dalam cara-cara itu terikat fakta dengan informasi atau infor­masi dengan fakta yang distan­darisasi oleh satu qoidah tertentu”.

Bagaimana Seorang Muslim Berpikir Islami ?

Aqidah harus tertanam da­lam diri seorang muslim pertama kali. Seseorang dikatakan mem­punyai aqliyah Islamiyah atau cara berfikir Islami manakala menjadi­kan aqidah Islamiyah sebagai asas proses berpikirnya. Juga, disaat menangkap pemikiran-pemikiran dan fenomena-fenome­na yang terjadi, ia menilai dengan landasan aqidah Islamiyah. Ketika aqidah Islamiyah memberikan nilai benar, ia membenarkan dan me­ngikuti. Sebaliknya, jika aqidah Islam menilai salah, ia menolak dan menyalahkannya. Seseorang yang telah melakukan hal se­macam ini (membenarkan dan menyalahkan sesuatu berdasar­kan aqidah Islamiyah), berarti ia telah memiliki aqliyah Islamiyah.

Status pemilikan aqliyah Is­lamiyah dalam diri seseorang tidak ditentukan apakah ia seorang alim (cendekiawan ) atau awam. Yang penting disini adalah, kebulatan tekad yang terpatri dalam hati untuk menjadikan aqidah Islam sebagai “penstandar” bagi setiap informasi dan fakta-fakta yang di­terima atau di jumpainya. Dalam soal ini tidak beda antara Imam Syafi’i — mujtahid terkemuka—de­ngan Mang Pi’i yang hanya hafal beberapa ayat untuk keperluan sholatnya. Begitu juga, tidak beda antara ahli atom Prof. Dr.Ir. A. Ba­iquni dengan bang Miing yang hanya tahu air itu jatuhnya ke ba­wah dan makan babi hukumnya haram.

Prof. Baquini misalnya, mengkritik teori-teori dasar ilmu Kimia seperti Hukum Kekekalan Masa sebagai tidak Islami. Sebab, temuan Lavoisier (1743-1794), yang kemudian dikembangkan oleh Einstein sebagai hukum kekekalan Energi, menganggap materi itu kekal, tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Pe­mikiran semacam itu, kata Baiquni adalah dari paham komunis. Berarti, Prof. Baiquni memiliki aqliyah Islamiyah.

Sebaliknya para Orientalis, meskipun ia memiliki pengetahuan luas tentang Islam –paham Ilmu Al Qur’an, Hadist, Siroh Rasul, Sejarah Umat Islam tak dapat dikatakan memiliki cara berfikir Islami. Sebab tidak menjadikan Islam sebagai landasan berpikir. Aqliyah Islamiyah (cara ber­fikir Islami) adalah cara berfikir yang di dalamnya terjadi pengi­katan antara fakta dan informasi, atau informasi dan fakta, yang dilandaskan pada Aqidah Islam. Dengan demikian, kepahaman-ke­pahaman (mafahim) yang dihasil­kan dari proses berfikir tersebut adalah mafahim Islam. Mafahim itu penting bagi seorang muslim untuk menstandarisasi atau me­landasi perbuatan-perbuatannya.

Terwujudnya Aqliyah Isla­miyah pada diri seseorang, ada­lah tatkala ia mulai bertekad bulat untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan dalam setiap menafsirkan dan memahami infor­masi dan fakta-fakta yang diterima atau dijumpainya.

Untuk meningkatkan kualitas aqliyah Islamiyahnya, seorang muslim mau tidak mau harus mempelajari Tsaqofah Islamiyah (Khazanah Ilmu dan Pemahaman Islam).

Tsaqofah Islamiyah seluruh­nya bersumber kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah. Semua cabang Tsaqofah Islamiyyah muncul dari kedua sumber ini secara lang­sung, atau melalui pemahaman­nya. Bahkan, Al-Qur’an dan As-Sunnah sendiri merupakan bagian Tsaqofah Islamiyyah. Dan aqidah Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpegang teguh kepada keduanya serta mengamalkannya. Al-Qur’an diturunkan kepada Ra­sulullah memang untuk diterang­kan kepada manusia, sebagaima­na firman Allah SWT:

“Dan Kami turunkan kepada (Rasulullah) Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar supaya mereka berpikir”. (QS An-Nahl : 44).

Sedangkan Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin untuk mengambil apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Firman Allah SWT:

Dan apa-apa yang didatangkan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (QS Al Hasyr : 7).

Imam As Syafi’i, ketika ditanya hukum membunuh lebah di waktu ihram, beliau menjawab dengan tiga tahap. Pertama beliau membacakan firman Allah dalam Al Hayr tersebut. Kedua, beliau membaca riwayat nabi yang memerintahkan agar umat islam mengikuti Abu Bakar dan Umar. Ketiga, beliau menjawab dengan suatu riwayat yang menyebut bahwa Umar memerintahkan membunuh lebah. Dengan demikian, keluasan ilmu Islam Imam Syafi’i membuatnya mampu menjawab permasalah secara Islami. Kita rindu munculnya orang-orang seperti itu

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

MENJAGA LIDAH

Desember 22, 2010 at 3:00 pm (Tulisan gw)

Diam itu kebijaksanaan tapi sedikit sekali yang melaksanakannya. (Luqman Hakim)

Abu Sufyan Ats-Tsaqafi berkata, “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang suatu hal yang bisa kupakai sebagai upaya menjaga diri.” Nabi saw menjawab, “Katakanlah, aku telah beriman dan istiqamah-lah.” Dia berkata lagi, “Lalu apa yang harus kujaga?” Nabi menjawab sambil memegang lidahnya, “Ini!” (HR Nasa’i, Turmidzi, Ibnu Majah).

Iman, istiqamah, dan menjaga lidah agar senantiasa berbicara yang baik, atau berdiam dari membicarakan yang buruk adalah sesuatu yang banyak mendorong manusia masuk surga. Uqbah bin Amir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke neraka?” Jawab Nabi, “Mulut dan kemaluan.” Tanyanya lagi, “Apakah jalan keselamatan hidup?” Jawab Nabi, “Tahanlah lidahmu, perluaslah rumahmu, dan tangisilah kesalahanmu.” (HR Turmidzi dan Ibnu Majah).

Umar bin Khatab pernah melihat Abu Bakar Ash-Shiddiq sedang menarik lidahnya dengan tangan. “Apa yang Anda perbuat wahai khalifah Rasulullah?” Abu Bakar menjawab, “Inilah yang akan menyeretku ke dalam kehancuran. Sesungguhnya Rasulullah bersabda bahwa satu-satunya anggota tubuh manusia yang diadukan kepada Allah pada hari kiamat nanti adalah lidah karena ketajamannya.” (HR Ibnu Abid Dunya, Daraquthni).

Benar, di hari kebangkitan nanti, semua yang keluar dari lidah akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Kebanyakan dosa anak Adam berpangkal dari ucapan, pembicaraan, atau kata-kata yang keluar dari lidahnya. Karena bahaya lidah seringkali terjadi dan kebanyakan manusia sulit menahan diri, maka dalam beberapa hadisnya, Rasulullah menganjurkan agar kita lebih banyak diam. “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi badan? Yaitu diam dan akhlak yang baik,” kata Nabi. (HR Ibnu Abid Dunya).

Bila kita teliti, pembicaraan orang dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian: pembicaraan yang sepenuhnya berbahaya, pembicaraan yang sepenuhnya bermanfaat, pembicaraan yang mengandung bahaya dan manfaat sekaligus, dan pembicaraan yang tidak berbahaya dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Di sinilah kita harus bisa menempatkan lidah secara proporsional, kapan harus berbicara dan kapan mesti diam.

“Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir,” Firman Allah dalam QS Qaaf: 18.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

MENGAPA LDII SESAT

Desember 22, 2010 at 2:59 pm (Tulisan gw)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Mengapa terhadap aliran-aliran seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), Ahmadiyah, Syi’ah dan lain sejenisnya, Al-Islam menyebutnya sebagai aliran sempalan yang menyimpang? Mengapa tidak bersatu saja dan lupakan penyimpangan mereka? Apakah dalam Islam dibenarkan membicarakan kesalahan dan penyimpangan aliran lain?

Berikut ini adalah salah satu surat dari seorang yang dapat mewakili dari kalangan masyarakat mengenai pertanyaan-pertanyaan seperti di atas. Bagaimanakah alislam.or.id menjawabnya? Simaklah dengan cermat halaman ini.

Ass.wr.wb. Pak Ustadz saya mau bertanya, mengapa bapak gampang sekali mengatakan bahwa golongan atau pun kelompok yang berbeda dengan Anda itu sesat atau kafir? Setahu saya ada ungkapan bahwa perbedaan itu adalah rahmat dari Allah SWT. Selain itu mereka yang berlainan golongan dengan anda juga memeluk agama Islam, menyembah tuhan yang sama (Allah ), Rasul yang sama dan kitab yang sama. Mohon anda memberikan alasan anda dan, maaf bila kata-kata saya (yang awam) ada yang tidak sopan dan menyinggung anda. Terima kasih.
(Roy, Jakarta, Indonesia)

Jawaban:
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pertanyaan Saudara cukup kritis, dan memang kebanyakan di kalangan masyarakat bertanya-tanya mengenai hal itu.
Ummat Islam pada mulanya adalah ummat yang satu di bawah bimbingan Rasulullah saw. Pada jaman beliau, ummat Islam belum seperti sekarang, yaitu perpecahan ummat yang sudah sangat memprihatinkan.
Secara umum perbedaan pendapat di dalam Islam ada dua macam,yaitu:

Perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan perpecahan, yaitu perbedaan dalam hal ushul (masalah pokok), yaitu masalah-masalah aqidah dan hal-hal yang bersifat fundamental dalam Islam.
Perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan, yaitu perbedaan dalam hal furu’ (masalah cabang), yaitu masalah-masalah pengetahuan fiqih yang detail dan rumit.
a) Contoh dari perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan perpecahan.
Misalnya keyakinan tentang AL-QUR’AN. Ajaran yang benar seperti yang diberitakan dari Rasulullah saw, juga yang dipahami oleh para sahabat, ulama salaf dan yang mengikutinya adalah bahwa Al-Qur’an itu kalamullah, bukan makhluk. Jika ada yang berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, maka itu adalah keyakinan yang menyimpang.
Misalnya lagi, keyakinan tentang SIAPAKAH NABI DAN RASUL TERAKHIR. Jawaban dan keyakinan yang benar adalah bahwa Muhammad saw adalah penutup para nabi dan rasul. Jika ada yang berkeyakinan bahwa setelah Nabi Muhammad ada nabi lagi seperti misalnya golongan AHMADIYAH yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad dari India sebagai nabinya, maka itu adalah keyakinan yang menyimpang.
Misalnya lagi, keyakinan tentang MENGHUKUMI KAFIR TERHADAP ORANG LAIN. Jawaban dan keyakinan yang benar adalah bahwa orang kafir yang akan kekal di dalam neraka adalah orang yang tidak meyakini (dengan hati, lisan, perbuatan) akan LAA ILAAHAILLALOOH dan yang murtad keluar dari Islam. Jika ada golongan yang mengatakan orang Islam lain, yang tidak bergabung dalam jama’ahnya adalah kafir, seperti keyakinan jama’ah LDII dan yang sejenisnya, maka itulah keyakinan yang menyimpang.
Misalnya lagi, keyakinan tentang SHALAT WAJIB LIMA WAKTU. Keyakinan yang benar adalah bahwa shalat lima waktu hukumnya adalah wajib, setelah syareat ini disampaikan oleh Allah kepada Rasulullah saw dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Jika ada aliran yang menyatakan bahwa shalat lima waktu untuk saat ini tidak wajib, dengan berbagai alasan, seperti aliran Al-ZAYTUN yang pesantrennya sangat megah di Indramayu itu, maka aliran itu sudah pasti adalah aliran menyimpang. Masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya.
b) Contoh perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan.
Misalnya tentang masalah ADZAN DALAM KHUTBAH JUM’AT. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam pada saat mendirikan shalat Jum’at ada yang adzannya hanya sekali ada yang dua kali. Ini adalah perbedaan pendapat karena historis dan interpretasi yang berbeda. Dalam perbedaan semacam ini, tidak bisa kelompok yang satu terhadap yang lainnya menuduh aliran sesat. Inilah yang dimaksud perbedaan pendapat yang tidak dilarang.
Misalnya lagi, tentang masalah JUMLAH REKAAT DALAM SHALAT TARAWIH. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam pada saat mendirikan shalat Tarawih ada yang 11 rekaat, ada yang 23 rekaat. Ini juga perbedaan pendapat yang tidak mengakibatkan perpecahan. Jadi kelompok yang satu tidak bisa menyatakan sesat terhadap kelompok yang lainnya. Masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya.

Rasululah saw telah bersabda yang artinya, “Sesungguhnya ummatku akan masuk ke surga, kecuali orang yang enggan.” Para sahabat bertanya: ‘Ya Rasulullah, siapakah yang enggan?’ Beliau bersabda: ‘Barangsiapa yang mentaatiku ia pasti masuk ke surga, dan barangsiapa yang mendurhakakanku, maka sungguh ia telah enggan.'” (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya pengikut kedua kitab (Yahudi dan Nashrani) dalam hal agama mereka terpecah belah menjadi 72 aliran. Dan sungguh ummat (Islam) ini pun akan terpecah menjadi 73 aliran. Semuanya masuk neraka, kecuali satu, yaitu Al-Jama’ah.”
(HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam catatan kakinya atas syarah Ath-Thahawiyah, hlm. 578. Al-Maktabul Islami)
Dalam suatu riwayat disebutkan:
“Para sahabat bertanya, ‘Siapakah golongan yang selamat itu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “yaitu orang yang mengikuti jalanku dan para sahabatku.” (HR. Turmudzi)
Jika kita memahami dan renungkan tentang pemberitaan dari Nabi seperti pada hadits di atas, bahwa di antara mummat Islam ini ada yang enggan mengikuti sunnah yang benar dan keliru mengikuti sunnah dengan pemahaman orang-orang pembuat bid’ah, maka kita menyadari bahwa Islam memang berpecah-pecah menjadi banyak golongan. Siapa yang tidak mempercayai, maka sama halnya bukan ummat Rasulullah. Oleh karena bahwa perpecahan ummat ini sudah pasti, maka tentu terjadilah saling menyalahkan, dan saling membenarkan alirannya sendiri-sendiri. Tetapi tidak lantas yang mengaku merasa benar, pasti adalah benar. Hal itu ada standar-standarnya yang harus dicocokkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Setelah itu dicocokkan dengan pemahaman para ulma salaf dalam kitab-kitabnya dan pemahaman ulama-ulama yang mengikuti pemahaman mereka. Jika sesuai dengan mereka, maka itulah yang benar. Setelah kita mengetahui bahwa yang benar itu hanyalah yang mengikuti Nabi, para sahabatnya, maka kita hanya percaya dan mengikuti pemahaman para ulama salaf dan yang mengikutinya, karena merekalah yang pemahaman agamanya benar dan lurus, bebas dari penyimpangan tangan-tangan kotor, yang dipengaruhi hawa nafsu.
Selanjutnya bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang mengaku beragama Islam tetapi berkeyakinan atau berpemahaman lain atau mereka yang secara umum dikelompokkan sebagai ahli bid’ah (ahli pembuat keyakinan dan syareat baru)?
Sikap kita terhadap aliran-aliran yang menyimpang adalah sebagaimana dapat diambil pelajaran dari hadits berikut:
Nabi saw telah bersabda, yang artinya: “Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid’ah sesudah aku (Rasulullah) tiada, maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid’ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat.” (HR. Ath-Thahawi)
Dari hadits tersebut dengan jelas bahwa kita dihimbau untuk menjauh dan menyerang segala bentuk praktek agama yang menyimpang dari sunnah. Jika tidak ada yang beramar ama’ruf nahi munkar jenis ini, maka sudah barang tentu kesesatan akan lebih cepat merajalela.
Lebih tegas lagi, Allah SWT telah memerintahkan bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan munafik, dalam dua tempat (ayat).
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS At-Taubah: 73)
Apabila kaum munafik itu membuat bid’ah-bid’ah yang menyelisihi Al-Qur’an (termasuk: menyimpangkan pemahaman terhadapnya) dan mereka menipu manusia (kaum muslimin) dengannya sedangkan kamu tidak menerangkan kepada manusia, maka akan rusak Al-Qur’an dan agama pun akan tertukar, karena terjadi perubahan di dalam agama mereka yang tidak diingkari pelakunya. Jadi sikap diam demi persatuan adalah tidak dibenarkan.
Sesungguhnya setiap muslim memang harus memprioritaskan husnudhan (prasangka baik) kepada sesama muslim, dan juga di dalam mensifati orang lain harus adil. Tetapi apakah semua keadaan harus disikapi demikian? Tidaklah semua keadaan disikapi demikian, ada keadaan perkecualian. Kami kemukakan contoh dalam kisahnya sbb:
“Dikatakan kepada Nabi saw: “Ya Rasulullah, sesungguhnya fulanah menegakkan shalat lail, berpuasa di siang harinya, beramal dan bersedekah (tetapi) ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Bersabda Rasulullah saw: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka.” Berkata (perawi): “Sedangkan fulanah (yang lain) melakukan shalat maktubah dan bersedekah dengan benaja kecil (tetapi) dia tidak menyakiti seseorang pun.” Maka bersabda Rasulullah saw: “Dia termasuk ahli surga.” (Silsilah Hadits As-Shahihah, no. 190).
Dalam hal ini kata-kata Nabi “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka,” padahal orang yang dikatakannya adalah orang yang rajin mengerjakan syareat. Kemudian pernyataan Nabi saw terhadap perbuatan orang yang kedua yang hanya menyebut kebaikannya tanpa menyinggung kejelekannya. Bukankah ini suatu contoh dari Nabi, bahwa beliau menjelekkan orang yang memang pantas dianggap jelek atas dasar pemahaman agama yang benar.
Kemudian, Allah juga hanya menyebut kejelekannya kepada Abu Lahab dan isterinya dengan lima ayat dalam Al-Qur’an, padahal keduanya (sedikit atau banyak) juga mempunyai kebaikan, bahkan Abu Lahab termasuk tokoh yang dihormati dan disegani di kalangan Quraisy.
Dengan demikian, dalam membicarakan kebaikan dan keburukan orang atau kelompok dalam hal ini, ada perkecualiannya, yang dapat dikategorikan menjadi dua keadaan, yaitu:

1. Dalam rangka nasehat dan peringatan ummat.
Pada keadaan ini, tidak ada keharusan untuk menyebutkan kebaikan, ketika menyebutkan keburukan seseorang/golongan. Bahkan cukup menyebutkan keburukannya saja. Misalnya membicarakan Ahli bid’ah, seperti LDII yang banyak terdapat penyimpangannya, di antaranya mengada-adakan syareat dengan mengharuskan setiap orang harus berbai’at kepada imam jama’ah LDII. Orang yang tidak berbai’at dengannya dianggap kafir, dan masih banyak penyimpangan syareat lainya.
2. Dalam rangka menjelaskan atau mengisahkan sesuatu.
Dalam keadaan ini, menyebutkan kebaikan dan keburukan orang atau golongan tertentu secara bersamaan diperbolehkan, selama tidak menimbulkan madlarat. Misalnya menyebutkan sifat seorang perawi hadits.
Adapun mengenai perincian ghibah (membicarakan kejelekan orang lain) yang diperbolehkan, Imam Nawawi dalam kitab dan juz yang sama hlm. 142-143 mengatakan: “Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan karena enam sebab.” Diantaranya dua telah disebutkan di atas.

Imam Dzahabi berkata: Al-Hafidh Sa’id bin ‘Amr Al-Barda’i berkata: “Aku melihat Abu Zur’ah ditanya tentang Al-Harits Al-Muhasibi dan kitab-kitabnya. Maka beliau menjawab: ‘Hati-hatilah kamu terhadap buku-buku ini. Ini adalah buku-buku bid’ah dan sesat, wajib atas kamu berpegang pada atsar (hadits), karena sesungguhnya kamu akan mendapati apa-apa yang mencukupimu.’ Dikatakan kepada beliau: ‘(Bukankah) di dalam kitab-kitab ini ada ibrah (kebaikan yang bisa diambil manfaatnya).’ Beliau menjawab: ‘Barangsiapa yang tidak mendapatkan ibrah dalam kitab Allah, maka dia tidak mendapatkan ibrah pula dalam kitab-kitab ini. (Padahal) telah sampai kepada kalian Sufyan, Malik, Al-Auza’i menulis kitab-kitab (dalam rangka memperingatkan) terhadap bahaya-bahaya ini. Begitu cepatnya manusia menuju kepada kebid’ahan!'”
Lihatlah sikap para ulama ahli sunnah dalam memperingatkan! Demikian sikap salafus salih. Mereka tidak berlemah-lembut atau menghormati penganut ajaran sesat dengan mengharuskan menyebut kebaikan mereka.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

JADWAL PIALA AFF

Desember 9, 2010 at 7:04 am (Tulisan gw)

Partai Semi Final

Rabu 15 Desember 2010
SF1 Pertemuan Pertama : Malayasia vs Vietnam

Kamis 16 Desember 2010
SF2 Pertemuan Pertama : Filiphina vs Indonesia

Sabtu 18 Desember 2010
SF1 Pertemuan Kedua : Vietnam vs Malaysia

Minggu 19 Desember 2010
SF2 Pertemuan Kedua : Indonesia vs Filiphina

Partai Final
Minggu 26 Desember 2010
Pertemuan Pertama : Pemenang SF1 vs Pemenang SF2

Rabu 29 Desember 2010
Pertemuan Kedua : Pemenang SF2 vs Pemenang SF1

Top Skor : 2 goals Sarayoot Chaikumdee (THAI), Irfan Bachdim, Arif Suyono, Firman Utina, Bambang Pamungkas, M.Ridwan (INA), Anh Duc Nguyen, Trong Hoang Nguyen (VIET), Aleksandar Duric (SNG), Mohd. Amri, Norshahrul Idlan (MYS), Chris Greatwitch (PHI).

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Apa yang anda ketahui mengenai Konsep Management By Exception, jelaskan!

Desember 9, 2010 at 6:58 am (TUGAS SIM)

management by exception. Management by exception adalah suatu gaya yang diikuti manajer, yaitu manajer terlibat dalam aktivitas hanya jika aktivitas itu menyimpang dari kinerja yang dapat diterima. Agar manajer dapat mempraktekan management by exception, harus ditetapkan standar dalam bentuk batas atas dan batas bawah kinerja yang dapat diterima.

Management by exception memberikan tiga keuntungan dasar, yaitu :

manajer tidak membuang-buang waktu untuk memantau aktivitas yang berlangsung secara normal.

karena lebih sedikit keputusan yang dibuat, tiap keputusan dapat memperoleh perhatian lebih menyeluruh.

perhatian dipusatkan pada peluang-peluang, maupun pada hal-hal yang tidak berjalan semestinya.

Namun terdapat pula sejumlah kendala yang harus diketahui, yaitu :

beberapa jenis kinerja bisnis tertentu tidak mudah ditentukan secara kuantitas sehingga standar tidak dapat ditetapkan.
suatu sistem informasi yang memantau kinerja secara akurat sangat diperlukan.

perhatian harus terus diarahkan pada standar untuk menjaga standar pada tingkat yang tepat.
manajer tidak boleh pasif dan hanya menunggu batas kinerja lewat. Manajer harus bertindak memecahkan suatu permasalahan sebelum situasi menjadi tidak terkendali.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Jelaskan model yang digunakan dalam Model Sistem Umum Perusahaan!

Desember 9, 2010 at 6:57 am (TUGAS SIM)

JENIS-JENIS MODEL :

Model Fisik ; penggambaran entitas dalam bentuk 3 dimensi.

Model Naratif ; menggambarkan entitas secara lisan atau tulisan.

Model Grafik ; menggambarkan entitas dengan sejumlah garis atau symbol.

Model matematika ; sebagian besar perhatian dalam pembuatan bisnis (business modeling) saat ini tertuju pada model matematika. Keunggulannya, ketelitian dalam menjelaskan hubungan antara berbagai bagian dari suatu objek.

KEGUNAAN MODEL :

Mempermudah Pengertian, suatu model pasti lebih sederhana dari pada entitasnya. Entitas lebih mudah dimengerti jika elemen-elemennya dan hubungannya disajikan dalam cara yang sederhana.

Mempermudah Komunikasi, setelah problem solver mengerti entitasnya, pengertian itu sering pula dikomunikasikan pada orang lain.

Memperkirakan Masa Depan, ketelitian dalam menggambarkan entitas membuat model matematika dapat memberikan kemampuan yang tidak dapat disediakan model-model jenis lain.

MODEL SISTEM UMUM”

Sistem Fisik :

merupakan sistem terbuka, yang berhubungan dengan lingkungannya melalui arus sumber daya fisik.

Arus sumber daya fisik yang mengalir :

Arus material.

Material-material input diterima dari pemasok bahan baku dan komponen rakitan. Material

ini disimpan di tempat penyimpanan sampai dibutuhkan dalam proses transformasi.

Arus personil.

Input personil berasal dari lingkungan. Calon pegawai berasal dari masyarakat setempat dan mungkin dari serikat buruh pesaing. Input personil ini biasanya diproses oleh fungsi sumber daya manusia, kemudian ditugaskan ke berbagai bidang fungsional.

Arus mesin.

Mesin-mesin diperoleh dari pemasok, dan biasanya berada di perusahaan untuk jangka waktu lama (3 – 20 tahun atau lebih). Namun, akhirnya semua mesin dikembalikan kepada lingkungan dalam bentuk tukar tambah dengan model baru, atau sebagai rongsokan.

Arus uang.

Uang terutama diperoleh dari para pemilik, yang menyediakan modal investasi, dan dari para pelanggan perusahaan yang memberikan pendapatan penjualan. Sumber lainnya mencakup lembaga keuangan,

2. Sistem Konseptual,

Sebagian sistem terbuka dapat mengendalikan operasinya sendiri, sebagian lagi tidak. Pengendalian ini dapat dicapai dengan menggunakan suatu lingkaran yang disebut “Lingkaran Umpan Balik” yang menyediakan suatu jalur bagi sinyal-sinyal dari sistem ke mekanisme pengendalian begitu pula sebaliknya.

a. Sistem Lingkaran Terbuka.

Adalah suatu sistem tanpa lingkaran umpan balik atau mekanisme pengendalian.

Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan sistem terbuka, tetapi umpan balik dan mekanise pengendaliannya tidak bekerja sebagaimana mestinya.

b. Sistem Lingkaran Tertutup.

Adalah suatu sistem yang memiliki lingkaran umpan balik dan mekanisme

pengendalian. Sistem tersebut dapat mengendalikan output-nya dengan membuat penyesuaian-penyesuaian pada input-nya. Hal tersebut ditunjukka Pengendalian Manajemen; pihak manajemen menerima informasi yang menggambarkan output

sistem. Pengolah Informasi; Perjalanan informasi tidak selalu dari sistem fisik kepada manajer. Para manajer memperoleh informasi dari sistem yang menghasilkan informasi dari data yang terkumpul.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Jelaskan manfaat serta kendala yang diantisipasi dari E-Commerce!

Desember 9, 2010 at 6:55 am (TUGAS SIM)

MANFAAT DAN KENDALA E-COMMERCE
Manfaat yang diantisipasi dari Perdagangan Melalui Jaringan Elektronik:
Pelayanan pelanggan yang lebih baik.
Hubungan dengan pemasok dan masyarakat keuangan yang lebih baik.
Pengembangan atas investasi pemegang saham dan pemilik yang meningkat.
menekan biaya barang dan jasa,
serta dapat meningkatkan kepuasan konsumen sepanjang yang menyangkut kecepatan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan kualitas yang terbaik sesuai dengan harganya
memperpendek waktu produk cycle
meningatkan Value Chain
meningkatkan costumer loyality
dan melebarkan jangkauwan.
Secara ringkas keuntungan e-commerce tersebut adalah sebagai berikut:
Bagi Konsumen : harga lebih murah, belanja cukup pada satu tempat.
Bagi Pengelola bisnis : efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu
Bagi Manajemen : peningkatan pendapatan, loyalitas pelanggan.

Kendala Perdagangan Melalui Jaringan Elektronik:
1.Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 Juta jiwa, tetapi jumlah pengguna internet di Indonesia sekitar 5-7 juta orang. Jumlah tersebut belum lagi dipecah menjadi, pengguna aktif, pengguna yang mengerti browsing (karena ada pengguna yang hanya membuka email untuk kebutuhan komunikasi), pengguna yang mengerti e-commerce, atau pengguna pemula. Kalaupun ada kelompok yang mengerti e-commerce, harus dibagi lagi menjadi, berapa orang yang nyaman berbelanja online, berapa orang yang punya kartu kredit, berapa orang yang percaya dengan kualitas, karena barang tidak dilihat lansung.

2.Selain membuahkan hasil, bisnis di internet juga banyak yang rontok, banyak sekali pelaku bisnis di internet yang gulung tikar karena tidak sanggup bersaing dan tidak memiliki inovasi dan kreatifitas.

3.Banyaknya kriminalitas di internet, seperti card froud (pencurian akses kartu kredit). Hal ini membuat orang konsumen malas berbelanja online. Walaupun sebagian besar toko online menerima pembayaran melalui transfer antar bank.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Jelaskan evolusi dari Computer Based Information System!

Desember 9, 2010 at 6:52 am (TUGAS SIM)

Sistem Informasi Berbasis Komputer atau Computer Based Information System (CBIS) merupakan sistem pengolahan suatu data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dapat dipergunakan sebagai alat bantu yang mendukung pengambilan keputusan, koordinasi dan kendali serta visualisasi dan analisis. Beberapa istilah yang terkait dengan CBIS antara lain adalah data, informasi, sistem, sistem informasi dan basis komputer. Berikut penjelasan masing-masing istilah tersebut. Data Data merupakan deskripsi dari sesuatu dan kejadian yang kita hadapi.Jadi pada intinya, data merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian dan merupakan kesatuan nyata yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar suatu informasi. Informasi Informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan. Sistem Sistem merupakan entitas, baik abstrak maupun nyata, dimana terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu sama lain..

Sub Sistem dari Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sub sistem dari CBIS adalah :
1. Sistem Informasi Akuntansi
2. Sistem Informasi Manajemen
3. Sistem Pendukung Keputusan
4. Automasi Kantor (Virtual Office)
5. Sistem Paka

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar